BABE TB - SIAPA tidak kenal moda transportasi tanpa mesin bernama becak? Angkutan beroda tiga yang murah meriah ini bukanlah asli Indonesia, namun juga tidak diketahui secara pasti kapan masuk ke Tanah Air. Ada yang meyakini pada awal 1930, tapi banyak pula mengatakan sejak masa Perang Dunia II. Kemudian disebutkan becak didatangkan ke Batavia (Jakarta) dari Singapura dan Hong Kong.
Berdasarkan keterangan berbagai sumber yang dikutip BABE TB Rabu (23/8/2017), nama becak sendiri diketahui berasal dari kata Be Chia yang berarti 'kereta kuda'. Terkenalnya penggunaan angkutan tak berpolusi ini juga tidak terlepas dari seorang warga negara Jepang bernama Seiko-san yang tinggal di Makassar.
Kala itu ia diketahui memiliki sebuah toko sepeda. Akibat penjualannya sedang kurang lancar, Seiko-san berpikir agar tumpukan sepeda yang tak terjual bisa dimanfaatkan. Dia pun membuat inovasi kendaraan roda tiga, dan terciptalah becak.
Selanjutnya seiring perkembangan penggunaannya, becak berfungsi menjadi moda transportasi angkutan penumpang dan barang. Bahkan, ada yang memakainya untuk angkutan jenazah, dikarenakan ambulans masih sangat langka pada zaman dahulu. Akibat memiliki multifungsi inilah becak menjadi salah satu sarana transportasi utama penopang sendi perekonomian masyarakat, terutama di wilayah sekitar pasar tradisional, perkantoran, pusat keramaian, dan sekolah.
Di setiap daerah mempunyai ciri khas tersendiri mengenai bentuk, rancang bangun, dan dekorasi gerobak becak. Bahkan di Sumatera Utara dikenal dengan bentor (becak bermotor) yaitu becak tradisional dengan penggerak sepeda motor tua asal Eropa atau Amerika Serikat seperti Norton, BSA, Ariel, bahkan Harley Davidson. Di Jakarta dan sekitarnya pun sempat terkenal dengan nama helicak.
Lalu pascaperang, ketika jalur dan moda transportasi kian berkembang, becak tetap bertahan. Bahkan becak menjadi transportasi yang menyebar hampir di seluruh Indonesia. Pada pertengahan hingga akhir 1950 ada sebanyak 25.000 hingga 30.000 becak di Jakarta. Jumlahnya membengkak pada 1966 hingga mencapai 160.000 unit.
Kemudian dampak dari membeludaknya jumlah becak, Gubernur Ali Sadikin –pemimpin Jakarta saat itu– mengeluarkan kebijakan melarang sepenuhnya operasional kendaraan yang dilengkapi kayuh tersebut sampai mengadakan razia di wilayah yang tidak boleh dilewati. Peraturan ini rupanya berlangsung lama dan dijalankan oleh gubernur-gubernur selanjutnya, seperti Wiyogo Atmodarminto, Suprapto, dan Sutiyoso.
Pemerintah kala itu menganggap becak menjadi penyebab kemacetan, simbol ketertinggalan kota, dan moda transportasi yang kurang manusiawi. Lalu becak pun mulai menghadapi persaingan dengan kendaraan angkutan umum bermesin layaknya sepeda motor, mikrolet, serta metromini.
Puncaknya pada 1980, pemerintah mendatangkan 10.000 minica (bajaj, helicak, minicar) untuk menggantikan 160.000 becak. Mereka memprogramkan para penarik becak beralih profesi jadi pengemudi minica. Bahkan pemerintah menggaruk becak dan membuangnya ke Teluk Jakarta untuk rumpon, semacam rumah ikan.
0 comments:
Posting Komentar